Cari Blog Ini

Selasa, 28 Februari 2017

PERANG IRAK IRAN (PERANG TELUK PERSI 1)



PERANG IRAK IRAN (PERANG TELUK PERSI 1)

A.          Latar Belakang
Perang Irak Iran (perang teluk persi 1) dimulai pada 22 september 1980 dengan masuknya pasukan Irak ke wilayah Iran, dan menguasai daerah Qas E Shirin termasuk kota kota kecil perbatasan seperti Sumer. Alasan penyerbuan Irak adalah untuk membebaskan daerah Khuzistan yang kaya minyak, dimana mayoritasnya adalah suku arab, yang selama ini berada dibawah dominasi orang persia yang rasialis.
Ada yang menyatakan teori perang irak iran adalah sebuah Blitzkrieg atau perang kilat yang artinya perang ini akan melumpuhkan bila berhasil seluruh alat militer lawan, sehingga tak mungkin bagi mereka mengadakan perlawanan atau serangan balasan.
Dalam perlawanan terhadap Irak, negara iran selain menggunakan tentara juga melakukan sabotase, penghancuran moral dan taktik yang digunakan iran adalah sebuah perang jangka panjang, tujuannya adalah agar mereka dapat menggulingkan dari dalam negeri irak sendiri pemerintahan Saddam Husein. Sedangkan irak menggunakkan kekuatan militer untuk mencoba mencekik ekonomi iran sehingga rezim Khomeini jatuh.
         
B.   Berjalannya Perang Irak-Iran (Perang Teluk I)
Dimulai pada 22 September 1980 dengan masuknya pasukan Irak ke wilayah Iran, dan menguasai daerah Qas E Shirin termasuk kota-kota kecil perbatasan seperti Sumar. Sermel, Zehabdan menyerang kota pelabuhan Khoramshar juga kota kilang minyak terbesar dunia. Angkatan Udara Irak menyerbu basis-basis militer dan lapangan-lapangan udara di Tabriz, Ahvaz, Sanandaj, Khermanshah, Dezhul, dan Taheran.
Alasan penyerbuan Irak adalah untuk membebaskan daerah Khuzistan yang kaya minyak, di mana mayoritasnya adalah suku Arab, yang selama ini berada di bawah dominasi orang Persia yang rasialis.
Ada yang mengatakan teori perang Irak Iran adalah sebuah blitzkrieg (perang kilat), artinya perang ini berhasil bila dengan melumpuhkan seluruh alat militer lawan, sehingga tak mungkin mereka melawan. Mula-mula Iran kaget, tetapi mereka waspada, maka mereka mengadakan serangan balasan dengan menyerang pelabuhan minyak Irak di Teluk Persia, Basra, dan sentral nuklir di dekat Baghdad.
Iran melawan Irak dengan adalah melawan menggunakan tentara, melakukan sabotase, penghancuran moral dan taktik yang digunakan Iran adalah sebuah perang jangka panjang, tujuannya agar mereka dapat menggulingkan dari dalam negeri Irak sendiri pemerintahan Saddam Husein. Sedangkan Irak sendiri menyerang menggunakan kekuatan militer untuk mencoba mencekik ekonomi Iran sehingga rezim Khomeini jatuh.
Penyerangan Irak ke Iran memang telah ditentukan karena situasi Iran pada waktu itu dalam keadaan:
1.     Adanya pertentangan dala negeri Iran sedang hebat-hebatnya.
2.     Tingkat hidup rakyat merosot sehingga timbul tidak puas mereka pada rezim baru.
3.     Pendapatan minyak dan keuangan Iran turun sekali.
Beberapa penyebab ketidaksiagaan Iran atas penyerbuan Irak:
1.     Tentara Iran sedang dalam pembersihan, karena banyak perwira-perwira penting mereka yang dipecat, dihukum ataupun ditahan.
2.     Tentara juga diperintahkan untuk menghadapai Uni Soviet.
3.     Tentara juga diperintahkan untuk menumpas pemberontakan di Kurdistan.
Pembersihan yang dilakukan besar-besaran di kalangan pemimpin tentara, sehingga menyebabkan organisatoris tentara Iran rapuh. Mereka juga kekurangan suku cadangan akibat Blokade ekonomi-militer yang dilakukan oleh Amerika dan negara-negara sekutunya akibat aksi penyanderaan.
Mereka memiliki keberuntungan karena mereka tahu untuk apa mereka berperang, yaitu untuk membela negara dari pendudukan musuh, kehormatan, dan kecintaan pada tanah air.
Pertahanan Iran dilakukan oleh militer, juga dibantu oleh pasukan Pasdaran, yaitu pengawal revolusi yang lahir bersamaan dengan revolusi Iran dan merupakan kekuatan bersenjata. Anggotanya diambil dari sukarelawan-sekarelawan yang sudah dewasa, laki-laki maupun wanita, serta dibantu oleh rakyat yang membentuk organisasi pertahanan sipil, dewan-dewan desa dan kota yang mengatasi masalah-masalah sosial, dewan-dewan pabrik, serikat-serikat buruh dan petani.
Korban semakin banyak, dan sukar bagi Irak untuk terus mengirimkan pasukannya ke daerah yang amat padat penduduknya, dan dipertahankan secara bersama antara rakyat, militer dan Pasdaran.
Hingga pada 28 September 1980 Dewan PBB di New York bersidang untuk meminta kedua negara (Iran-Irak) menghentikan peperangan dan mengadakan perundingan. Perang ini sulit diselesaikan karena mereka tidak mengindahkan permintaan PBB. Karena pihak Iran sendiri tidak mau berunding sebelum Irak mundur dari Iran, karena bagi Iran sendiri malah membangkitakan rasa patriotisme dan nasionalisme Iran, sehingga pertentangan-pertentangan politik dikesampingkan dulu untuk difokuskan melawan Irak. Sedangkan Irak mengatakan sanggup berperang melawan Iran bukan hanya untuk 3 atau 4 bulan saja tetapi sampai kapan saja.

C.          Sebab Terjadinya Perang Irak-Iran (Perang Teluk I)
Penyebab perang Irak-Iran I ini adalah disebabkan nafsu Imperialisme. Tujuannya adalah untuk menguasai Teluk Persia, yaitu daerah Shattle Al Arab yang mana merupakan sebuah muara besar dan pertemuan antara Sungai Tigris dan Sungai Eufrat yang mengalir ke Teluk Persia di mana terletak di perbatasan negara Irak, Iran dan Kuwait. Dan daerah ini di mana tanahnya banyak mengandung minyak.
Dalam penyerangan Irak ke Iran ini sudah diperhitungkan dengan cermat oleh pihak Irak sehingga alasan penyerangannya adalah:
1.     Dimensi sejarah penyerbuan, artinya apabila menang negerinya akan dapat prestasi luar biasa dan boleh dianggap tepat, “Mengambil seluruh wilayah Arab yang telah diduduki Iran”, termasuk di dalamnya Khuzistan, ketiga pulau di Selat Ormuz (Pulau Abu Musa, Pukau Makam Kecil, dan Pulau Makam Besar) dan penentuan pemakaian perairan Teluk Persia yang dianggapnya adil.
2.     Sudah sejak lama rezim Syiah di Iran telah mengajak orang-orang Syiah di Irak untuk berontak menumbangkan Irak. Sebab Partai Bath dan Saddam Husein dianggapnya anti-Islam di negeri yang mayoritas penduduknya Islam.

D.          Irak Iran dengan Super Powernya
Pada permulaan serangan Irak ke Iran, kedua negara  super power telah menunjukkan sikap netral. Seolah-olah mereka bermaksud membiarkan agar serangan Irak ke Iran akan dapat menghancurkan rezim Khomeini. Padahal apabila kedua super power ini mau menghentikan konflik antar Irak-Iran, mereka akan dapat membuat ultimatum.
Sekilas memang tampak kalau Uni Soviet mendapat untung dari Perang Irak-Iran ini apabila Irak yang menang. Sebab mereka mempunyai hubungan dekat dengan Irak, bahkan 75% persenjataan Angkatan Perang Irak berasal dari Uni Soviet. Sedangkan bagi Amerika Serikat, penyerbuan Irak ke Iran membuat mereka bahagia, karena perang itu diperkirakan dapat membebaskan secepatnya warga negara mereka yang disandera di Iran.
Pada mulanya, penasihat-penasihat strategi Amerika menganggap bahwa Uni Sovietlah yang akan dapat keuntungan paling besar dari perang itu. Kemudian Amerika menyiapkan dua skenario ketika perang ini pecah, yang mana kedua-duanya dianggap menguntungkan Uni Soviet, yaitu:
1.     Bahwa sebuah jalan keluar ditemukan, Irak-Iran berunding di bawah prakarsa Uni Soviet, maka di sinilah pengaruh Uni Soviet akan naik.
2.     Khomeini tidak mau menyerah. Sedangkan perang berlangsung lama sekali hingga sedikit demi sedikit negara Iran hancur, maka Irak menguasai wilayah-wilayah minyak Iran dan Uni Soviet akan mendapat bagian pula.
Dalam perang Irak Iran ini, terbagi dalam dua kubu, yaitu:
1.       Kubu Iran: Suriah, Libya, dan Yaman Selatan.
2.       Kubu Irak: Mesir, Yordania, Yaman Utara, GCC (Dewan Kerjasama Teluk negara-negara Arab), AS/Barat, Maroko, PLO, dan Uni Soviet.
E.           Perdamaian Irak Iran
Akhirnya terwujudlah perdamaian gencatan senjata antara Irak Iran pada 20 Agustus 1988, yang mana kedua negara yang sudah lama saling menggempur satu sama lain selama delapan tahun dan dianggap tidak mungkin dapat berdamai.
Ada sejumlah faktor yang memaksa Taheran dan Baghdad ke meja perundingan, yaitu:
1.     Menipisnya kemampuan ekonomi.
2.     Menguatnya arus moderasi.
3.     Menurunnya semangat bertempur.
4.     Ketidakseimbangan dukungan internasional di mana negara dan sebaliknya pula dengan Teheran.
Terciptanya gencatan senjata antara Irak dan Iran mempunyai implikasi lebih luas bagi terciptanya perdamaian dalam skala regional di kawasan ini. Dalam arti positif implikasi itu berupa adanya kecenderungan normalisasi Iran dengan negara-negara Arab Sekutu Amerika, Kumait dan Baahran misalnya. Perang delapan tahun melawan Irak membawa akibat yang cukup serius begitu juga sebaliknya. Hal ini khusus dalam perekonomian di negara Iran. Selain itu telah banyak menelan korban, rumah banyak yang hancur sehingga banyak yang kehilangan tempat tinggal.
Untuk mengatasi masalah ekonomi dalam negeri, pemerintahan Iran di bawah Presiden Rafsaniani telah mengambil langkah-langkah yaitu:
1.     Menyusun replika pertama, yaitu menitikberatkan rekonstruksi bidang pembangunan, pertanian, dan perindustrian.
2.     Mengadakan perdagangan luar negeri dan meningkatkan pendapatan dan sektor pajak.

Kesimpulan
Perang Irak-Iran terjadi mulai pada 22 September 1980 ditandai dengan masuknya pasukan Irak ke wilayah Iran. Penyebab perang Irak-Iran I ini adalah disebabkan nafsu Imperialisme. Tujuannya adalah untuk menguasai Teluk Persia, yaitu daerah Shattle Al Arab yang mana merupakan sebuah muara besar dan pertemuan antara Sungai Tigris dan Sungai Eufrat yang mengalir ke Teluk Persia di mana terletak di perbatasan negara Irak, Iran dan Kuwait. Dan daerah ini di mana tanahnya banyak mengandung minyak.
Dalam perang Irak Iran ini, terbagi dalam dua kubu, yaitu: Kubu Iran: Suriah, Libya, dan Yaman Selatan. Serta Kubu Irak: Mesir, Yordania, Yaman Utara, GCC (Dewan Kerjasama Teluk negara-negara Arab), AS/Barat, Maroko, PLO, dan Uni Soviet. Hinggar akhirnya tercapailah perdamaian antara Irak Iran ditandai dengan adanya gencatan senjata pada 20 Agustus 1988.

DAFTAR PUSTAKA
Yusliani Noor. 2014. Sejarah Timur Tengah (Asia Barat Daya. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
M. Riza Sihbudi, dkk. 1992. Islam, Dunia Arab, Iran “Bara Timur Tengah”. Jakarta: Mizan.
Nasir Tamara, Agnes Samsuri. 1981. Perang Irak-Perang Iran. Jakarta: Sinar Harapan.
Terimakasih J





PERISTIWA TANJUNG MORAWA 16 MARET 1953



PERISTIWA TANJUNG MORAWA 16 MARET 1953

Pendahuluan
Kasus sengketa tanah atau lahan di Indonesia tak akan pernah ada habisnya. Seperti yang pernah dikatakan (alm) Moch. Tauchid, di mana masalah agraria sepanjang zaman, hakekatnya adalah masalah politik. Perebutan tanah berarti perebutan tiang (kebutuhan) hidup manusia. Bentrok lazim terjadi di antara dua pihak yang ingin mengklaim sengketa tanah. Tapi dari catatan sejarah, mungkin peristiwa Tanjung Morawa merupakan persoalan sengketa berdarah dengan dampak terbesar selama ini.[1] Peristiwa Tanjung Morawa ini terjadi pada tanggal 16 Maret 1953.[2]
Tanjung Morawa sekarang ini adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia. Dekat dengan kota Medan menjadikan Tanjung Morawa salah satu sentra industri pengusaha Kota Medan. Tanjung Morawa terhubung dengan Medan melalui Tol Belmera. Kantor pusat PT. Perkebunan Nusantara II berada di kota ini.Tanjung Morawa merupakan salah satu kecamatan di Deli Serdang yang banyak terdapat Industri/Pabrik. Banyak juga orang yang menyebut Tanjung Morawa sebagai kota Industri. Nama "Morawa" berasal dari kata Moravia, nama sebuah kawasan di Ceko.[3]
Kegagalan yang ketiga kalinya dalam menangani gerakan separatisme di sejumlah daerah,  peristiwa 17 Oktober 1952 yaitu mengenai gerakan sejumlah perwira Angkatan Darat yang menekan Presiden Soekarno agar membubarkan parlemen, dan peristiwa Tanjung Morawa di Sumatra Utara ini lah yang menyeret kabinet Wilopo untuk menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno pada 2 Juni 1953.[4]
Peristiwa Tanjung Morawa
Peristiwa Tanjung Morawa adalah salah satu peristiwa berdarah yang cukup terkenal di Indonesia. Peristiwa Tanjung Morawa juga merupakan persoalan sengketa berdarah dengan dampak terbesar selama ini.[5]  Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Maret 1953.[6]. Peristiwa ini berupa bentrokan antara petani yang dihasut PKI dengan polisi. Adapun awal peeristiwa ini bermula dari keputusan pemerintah untuk mengembalikan tanah Deli Planters Vereenigne (DPV) kepada pengusaha asing. Tanah tersebut digarap petani karena telah lama ditinggal pengusaha asing itu. Polisi memaksa para petani untuk keluar dari lahan tersebut namun ditentang. Ini merupakan salah satu kegagalan Kabinet Wilopodalam menyelesaika persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (sekarang Sumatera Utara) setelah gagal dalam menangani gerakan seperatisme sejumlah daerah dan peristiwa 17 Oktober 1952. [7]

Kronologi Peristiwa Tanjung Morawa
Dalam akhir masa Kabinet Wilopo, koalisi antara PNI-Masyumi dalam kabinet  tidak pernah berjalan dengan baik dan pada bulan-bulan pertama tahun 1953 hakikat koalisi yang masih tersisa hanya tinggal sedikit.[8]
 Kedudukan Kabinet ini semakin terguncang karena adanya Perisiwa Tanjung Morawa yang ada di Sumatera Utara yang diduduki secara ilegal.[9]  Tanjung Morawa adalah suatu kecamatan di Sumatera Timur (sekaranag Sumatera Utara), di mana terdapat perkebunan modal asing, terutama tembakau. Yang diperebutkan adalah lahan seluas 255 ribu hektare lahan perkebunan kelapa sawit, teh, dan tembakau yang jadi konsesi milik sebuah perusahaan Belanda, Deli Planters Vereniging (DPV) sebelum Perang Dunia II. Tanah itu diambil dan digarap rakyat pribumi dan keturunan Tionghoa setempat saat Jepang masuk ke Indonesia.
Pada zaman pendudukan Jepang, perkebunan itu telah ditinggalkan oleh kontraktornya dan oleh rakyat, dengan dorongan Jepang, perkebunan itu digarap untuk tanaman bahan makanan. Atas dasar persetujuan KMB para kontraktor menuntut kembali tanah perkebunannya. Pemerintah menyetujui tuntutan mereka, karena tanah perkebunan itu akan menghasilkan devisa yang diperlukan; di samping itu kesanggupan pemerintah untuk menjamin modal asing yang ditanam di Sumatera Timur tadi, diharapkan akan lebih menarik modal asing ditanam di Indonesia.
Di jaman Kabinet Sukiman, suatu persetujuan pengembalian tanah perkebunan kapda kontraktor asing sudah dicapai; petani penggarap harus melepaskan tanahnya untuk dikembalikan kepada para kontraktor, sebaliknya pemerintah menyediakan tanah lain bagi mereka. Kabinet Wilopo berusaha melaksanakan lebih lanjut ketentuan persetujuan itu, karena sebelum persetujuan dilaksanakan Kabinet Sukiman telah jatuh. [10]


Pemerintah Kabinet Wilopo, diwakili Menteri Dalam Negeri Mohamad Roem, memerintahkan Gubernur Sumatera Timur, A. Hakim untuk melakukan pengosongan lahan. Karena oleh Pemerintah RI Karesidenan Sumatera Timur merencanakan untuk mencetak sawah percontohan di bekas areal perkebunan tembakau di desa Perdamaian, Tanjung Morawa. Seharusnya para petani dan keturunan Tionghoa setempat bersedia untuk meninggalkan lahan. Akan tetapi, para provokator Barisan Tani Indonesia (Organisasi Massa Tani dari PKI) melayangkan hasutan, sehingga para buruh tani itu urung menuruti imbauan pemerintah.
Oleh karena cara musyawarah gagal, maka pada tanggal 16 Maret 1953 pemerintah terpaksa mentraktor areal tersebut dengan dikawal oleh sepasukan polisi. Untuk menggagalkan usaha pentraktoran, BTI mengerahkan massa yang sudah mereka pengaruhi dari berbagai tempat di sekitar Tanjung Morawa. Mereka bertindak brutal. Polisi melepaskan tembakan peringatan ke atas, tetapi tidak dihiraukan, bahkan mereka berusaha merebut senjata polisi. Dalam insiden itulah timbul tragedi penembakan yang memakan 21 korban, di mana enam di antaranya tewas.

Singkat kata, insiden itu dijadikan bahan bakar oleh sejumlah kubu antikabinet, termasuk Sidik Kertapati, tokoh Sarekat Tani Indonesia (SAKTI), melancarkan mosi tidak percaya pada pemerintahan PM Wilopo. PKI sekarang bersekutu dengan PNI di dalam DPR guna menuntut agar kabinet mengundurkan diri. [11]
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo dan sebelum suatu mosi tidak percaya dapat diterima dalam DPR, kabinet mengembalikan mandatnya kepada Sukarno pada tanggal 2 Juni 1953. Setelah Wilopo menyerahkan mandat, dikalangan partai politik terutama Masyumi dan PSI mengusulkan untuk membentuk kabinet presidensil dibawah pimpinan M.Hatta, namun Soekarno menolak usul tersebut dan tetap mencari formatur untuk membentuk kabinet yang baru.[12]




[1]https://www.google.com.sg/amp/news.okezone.com/amp/2015/03/16/337/1119032/tragedi-tanjung-morawa-awal-kejatuhan-kabinet-wilopo
[2] http://sarjana.tradisional.web.id/id4/1926-1819/Peristiwa-Tanjung-Morawa_100089_sarjana-tradisional.html
[3]pusat-jurnal-berbahasa-indonesia-q.sttbinatunggal.ac.id/id1/2821-2687/Tanjung-Morawa_111690_pusat-jurnal-berbahasa-indonesia-q-sttbinatunggal.html
[4] www.materikelas.com/2015/09/kabinet-wilopo-program-kerja-dan.html?m=1#
[5]https://www.google.com.sg/amp/news.okezone.com/amp/2015/03/16/337/1119032/tragedi-tanjung-morawa-awal-kejatuhan-kabinet-wilopo
[6] http://sarjana.tradisional.web.id/id4/1926-1819/Peristiwa-Tanjung-Morawa_100089_sarjana-tradisional.html
[7] Sejarah Indonesia dari proklamasi sampai pemilu 2009. A. Kardiyat Wiharyanto. 2011. Penerbit USD. Hal 79
[8] Sejarah Indonesia Modern. H.C.Ricklefs. edisi terjemahan. 1991. Gajah Mada University Press. Hal 370
[9] www.idsejarah.net/2014/11/kabinet-wilopo.html?m=1
[10] Indonesia Abad Ke-20 2 “dari perang kemerdekaan pertama sampai pelita III”. DRs.g. Moedjanto, M.A.1992. penerbit Kanisius. hal 89.
[11] Sejarah Indonesia Modern. H.C.Ricklefs. edisi terjemahan. 1991. Gajah Mada University Press. Hal 371
[12] www.idsejarah.net/2014/11/kabinet-wilopo.html?m=1

terimakasih :)