Jepang berupaya mempertahankan
Indonesia dari serangan Sekutu secara sungguh-sungguh. Hal ini bisa saja
didasari oleh rasa was-was yang makin meningkat karena situasi di medan perang
yang bertambah sulit sehingga di samping Heiho, Jepang juga membentuk organisasi
Peta. Peta adalah organisasi militer yang pemimpinnya bangsa Indonesia
yang mendapatkan latihan kemiliteran. Mula-mula yang ditugasi untuk
melatih anggota Peta adalah seksi khusus dari bagian intelijen yang disebut
Tokubetsu Han. Bahkan sebelum ada perintah pembentukan Peta, bagian Tokuhetsu
Han sudah melatih para pemuda Indonesia untuk tugas intelijen. Latihan tugas
intelijen dipimpin oleh Yanagawa. Latihan Peta itu kemudian berkembang secara
sistematis dan terprogram. Penyelenggaraannya berada di dalam Seinen Dojo
(Panti Latihan Pemuda) yang terletak di Tangerang. Mula-mula anggota yang
dilatih hanya 40 orang dari seluruh Jawa.
Pada akhir latihan angkatan ke-2 di
Seinen Dojo, keluar perintah dari Panglima tentara Jepang Letnan Jenderal
Kumaikici Harada untuk membentuk Tentara “Pembela Tanah Air”(Peta). Berkaitan
dengan itu, Gatot Mangkuprojo diminta untuk mengajukan rencana pembentukan
organisasi Tentara Pembela Tanah Air. Akhirnya, pada tanggal 3 Oktober 1943
secara resmi berdirilah Peta. Berdirinya Peta ini berdasarkan peraturan dari
pemerintah Jepang yang disebut Osamu Seinendan, nomor 44. Berdirinya
Peta ternyata mendapat sambutan hangat di kalangan pemuda. Banyak di antara
para pemuda yang tergabung dalam Seinendan mendaftarkan diri menjadi anggota
Peta. Anggota Peta yang bergabung berasal dari berbagai golongan di dalam
masyarakat.
Peta sudah mengenal adanya jenjang
kepangkatan dalam organisasi, misalnya daidanco (komandan batalion), cudanco
(komandan kompi), shodanco (komandan peleton), bundanco (komandan regu), dan
giyuhei (prajurit sukarela). Pada umumnya, para perwira yang menjadi komandan
batalion atau daidanco dipilih dari kalangan tokoh-tokoh masyarakat atau
orang-orang yang terkemuka, misalnya pegawai pemerintah, pemimpin agama,
politikus, dan penegak hukum. Untuk cudanco dipilih dari mereka yang sudah
bekerja, tetapi pangkatnya masih rendah, misalnya guru-guru sekolah. Shodanco
dipilih dari kalangan pelajar sekolah lanjutan. Adapun budanco dan giyuhei
dipilih dari para pemuda tingkat sekolah dasar.
Untuk mencapai tingkat perwira Peta,
para anggota harus mengikuti pendidikan khusus. Pertama kali pendidikan itu
dilaksanakan di Bogor dalam lembaga pelatihan yang diberi nama Korps Latihan
Pemimpin Tentara Sukarela Pembela Tanah Air di Jawa (Jawa Boei Giyugun Kanbu
Kyoikutai). Setelah menyelesaikan pelatihan, mereka ditempatkan di berbagai
daidan (batalion) yang tersebar di Jawa, Madura, dan Bali. Menurut struktur
organisasi kemiliteran, Peta tidak secara resmi ditempatkan pada struktur
organisasi tentara Jepang. Hal ini memang berbeda dengan Heiho. Peta
dimaksudkan sebagai pasukan gerilya yang membantu melawan apabila sewaktu-waktu
terjadi serangan dari pihak musuh. Jelasnya, Peta bertugas membela dan
mempertahankan tanah air Indonesia dari serangan Sekutu.
Dalam kedudukannya di struktur
organisasi militer Jepang, Peta memiliki kedudukan yang lebih bebas atau
fleksibel dan dalam hal kepangkatan ada orang Indonesia yang sampai mencapai
perwira. Oleh karena itu, banyak di antara berbagai lapisan masyarakat yang
tertarik untuk menjadi anggota Peta. Sampai akhir pendudukan Jepang, anggota
Peta ada sekitar 37.000 orang di Jawa dan sekitar 20.000 orang di Sumatra. Di
Sumatra namanya lebih terkenal dengan Giyugun (prajurit-prajurit sukarela).
Orang-orang Peta inilah yang akan banyak berperan di bidang ketentaraan di
masa-masa berikutnya. Beberapa tokoh terkenal di dalam Peta, antara lain
Supriyadi dan Sudirman.
Sumber: Sardiman, dan Amurwani Dwi
Lestariningsih. (2017). Sejarah Indonesia: SMA/MA/ SMK/MAK KELAS Semester
2 XI. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.