Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
Jepang berusaha untuk menggerakkan
seluruh rakyat melalui tokoh-tokoh nasionalis.
Jepang ingin membentuk organisasi massa yang dapat bekerja untuk menggerakkan rakyat. Bulan Desember 1942
dibentuk panitia persiapan untuk membentuk
sebuah organisasi massa. Kemudian Sukarno, Hatta, K.H.
Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara dipercaya untuk membentuk gerakan baru. Gerakan itu bernama Pusat Tenaga Rakyat
(Putera) dibentuk tanggal 16 April 1943.
Mereka kemudian disebut sebagai empat serangkai. Sebagai ketua panitia adalah Sukarno. Tujuan Putera adalah untuk
membangun dan menghidupkan kembali segala
sesuatu yang telah dihancurkan oleh Belanda. Menurut
Jepang, Putera bertugas untuk memusatkan segala potensi
masyarakat Indonesia guna membantu Jepang dalam perang. Di samping tugas di bidang propaganda, Putera juga bertugas
memperbaiki bidang sosial ekonomi.
Menurut struktur organisasinya,
Putera memiliki pimpinan pusat dan pimpinan
daerah. Pimpinan pusat dikenal sebagai Empat Serangkai.
Kemudian pimpinan daerah dibagi, sesuai dengan tingkat daerah, yakni tingkat syu, ken, dan gun. Putera juga
mempunyai beberapa penasihat yang berasal dari
orang-orang Jepang. Mereka adalah S. Miyoshi, G. Taniguci, Iciro Yamasaki, dan Akiyama.
Pada awal berdirinya Putera, cepat
mendapatkan sambutan dari organisasi massa
yang ada. Misalnya dari Persatuan Guru Indonesia; Perkumpulan Pegawai Pos Menengah; Pegawai Pos Telegraf Telepon
dan Radio; serta Pengurus Besar Istri
Indonesia di bawah pimpinan Maria Ulfah Santoso. Dari
kalangan pemuda terdapat sambutan dari organisasi Barisan Banteng dan dari kelompok pelajar terdapat sambutan dari
organisasi Badan Perantaraan Pelajar Indonesia
serta Ikatan Sport Indonesia. Mereka semua bergabung ke dalam Putera.
Putera pun berkembang dan bertambah
kuat. Sekalipun di tingkat daerah tidak
berkembang baik, namun Putera telah berhasil mempersiapkan rakyat secara mental bagi kemerdekaan Indonesia. Melalui
rapat-rapat dan media massa, pengaruh Putera
semakin meluas. Perkembangan Putera akhirnya menimbulkan
kekhawatiran di pihak Jepang.
Oleh karena itu, Putera telah dimanfaatkan oleh pemimpin-pemimpin nasionalis
untuk mempersiapkan ke arah kemerdekaan, tidak
digunakan sebagai usaha menggerakkan massa untuk membantu Jepang. Ternyata
sikap dan tindakan para pemimpin nasionalis ini tercium juga oleh penguasa
Jepang, maka pada tahun 1944 Putera dinyatakan bubar oleh Jepang. Melalui badan
propaganda Jepang ini Bahasa Indonesia mulai tersebar di kalangan masyarakat
Indonesia sekaligus pula membuat nasionalisme Indonesia semakin kuat.
Sumber: Sardiman, dan Amurwani Dwi
Lestariningsih. (2017). Sejarah Indonesia: SMA/MA/ SMK/MAK KELAS Semester
2 XI. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar