Pada pertengahan tahun 1944, diadakan
rapat Chuo-Sangi-In (Dewan Pertimbangan Pusat). Salah satu keputusan
rapat tersebut adalah merumuskan cara untuk menumbuhkan keinsyafan dan
kesadaran yang mendalam di kalangan rakyat untuk memenuhi kewajiban dan
membangun persaudaraan untuk seluruh rakyat dalam rangka mempertahankan tanah
airnya dari serangan musuh. Sebagai wujud konkret dari kesimpulan rapat itu
maka pada tanggal 1 November 1944, Jepang membentuk organisasi baru yang
dinamakan “Barisan Pelopor”.
Melalui organisasi ini diharapkan
adanya kesadaran rakyat untuk berkembang, sehingga siap untuk membantu Jepang
dalam mempertahankan Indonesia.Organisasi semimiliter “Barisan Pelopor” ini
tergolong unik karena pemimpinnya adalah seorang nasionalis, yakni Ir. Sukarno,
yang dibantu oleh R.P. Suroso, Otto Iskandardinata, dan Buntaran Martoatmojo.
Organisasi “Barisan Pelopor”
berkembang di daerah perkotaan. Organisasi ini mengadakan pelatihan militer
bagi para pemuda, meskipun hanya menggunakan peralatan yang sederhana, seperti
senapan kayu dan bambu runcing. Di samping itu, mereka juga dilatih bagaimana
menggerakkan massa, memperkuat pertahanan, dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan kesejahteraan rakyat. Keanggotaan dari Barisan Pelopor ini mencakup
seluruh pemuda, baik yang terpelajar maupun yang berpendidikan rendah, atau bahkan
tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Keanggotaan yang heterogen ini justru
diharapkan menimbulkan semangat solidaritas yang tinggi, sehingga timbul ikatan
emosional dan semangat kebangsaan yang tinggi.
Barisan Pelopor ini berada di bawah
naungan Jawa Hokokai. Anggotanya mencapai 60.000 orang. Di dalam Barisan
Pelopor ini, dibentuk Barisan Pelopor Istimewa yang anggotanya dipilih dari
asrama-asrama pemuda yang terkenal. Anggota Barisan Pelopor Istimewa berjumlah
100 orang, di antaranya ada Supeno, D.N. Aidit, Johar Nur, dan Asmara Hadi.
Ketua Barisan Pelopor Istimewa adalah Sudiro. Barisan Pelopor Istimewa berada
di bawah kepemimpinan para nasionalis. Oleh karena itu, organisasi Barisan
Pelopor ini berkembang pesat. Dengan adanya organisasi ini, semangat
nasionalisme dan rasa persaudaraan di lingkungan rakyat Indonesia menjadi
berkobar.
Sumber: Sardiman, dan Amurwani Dwi
Lestariningsih. (2017). Sejarah Indonesia: SMA/MA/ SMK/MAK KELAS Semester
2 XI. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar